Pendahuluan
Tanah merupakan aset vital dalam kehidupan masyarakat, khususnya di pedesaan. Di Indonesia, sistem pertanahan tidak hanya diatur oleh hukum negara, tetapi juga diwarnai oleh hukum adat yang telah lama berlaku. Dalam konteks desa, terdapat dua hal penting yang sering menjadi perhatian: tanah adat dan aset desa. Keduanya memiliki peran strategis, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun hukum. Namun, pemahaman dan pengelolaan keduanya masih sering menimbulkan persoalan, terutama terkait kepastian hukum d hak atas tanah.
Pengertian Tanah Adat
Tanah adat adalah tanah yang penguasaannya berdasarkan hukum adat yang berlaku di suatu masyarakat hukum adat. Tanah ini biasanya tidak terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN), namun diakui secara de facto oleh komunitas adat sebagai milik bersama. Contohnya, tanah ulayat yang digunakan secara komunal oleh suku tertentu di wilayah Sumatera Barat, Papua, atau Kalimantan.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), tanah adat atau hak ulayat diakui sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
Pasal 3 UUPA: "Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa hingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan yang lebih tinggi."
Aset Desa dalam Konteks Pertanahan
Aset desa adalah semua kekayaan milik desa yang bernilai ekonomi, sosial, dan budaya. Berdasarkan Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, tanah yang menjadi aset desa dapat berasal dari:
- Tanah kas desa (TKD)
- Tanah bengkok (biasanya digunakan untuk penghasilan perangkat desa)
- Hibah atau bantuan dari pihak ketiga
- Tanah yang dibeli atau diperoleh desa dari APBDes
Tanah sebagai aset desa wajib dicatat, didaftarkan, dan diamankan secara hukum. Ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih kepemilikan, penyalahgunaan, atau sengketa di kemudian hari.
Permasalahan yang Sering Terjadi
- Belum terdaftarnya tanah adat maupun tanah aset desa di BPN, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum formal.
- Tumpang tindih klaim antara masyarakat adat, pemerintah desa, dan investor.
- Minimnya pemetaan dan pendokumentasian tanah desa dan adat, yang menyebabkan rawan konflik.
- Penyalahgunaan wewenang oleh oknum desa yang mengalihfungsikan tanah desa tanpa mekanisme yang sah.
Pendekatan Hukum dan Solusi
- Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari BPN dapat dimanfaatkan untuk mendaftarkan tanah desa dan adat.
- Pemetaan partisipatif oleh masyarakat adat dan desa untuk memperkuat klaim penguasaan.
- Peraturan Desa (Perdes) dapat diterbitkan untuk menetapkan status dan penggunaan tanah sebagai aset desa.
- Mediasi atau penyelesaian sengketa secara adat dan hukum positif untuk kasus-kasus tumpang tindih klaim.
- Penguatan kelembagaan desa dan masyarakat adat, agar mampu mengelola tanah secara berkelanjutan dan berbasis hukum.
Bagaimana hukum pembangunan jalan desa untuk menuju aset desa/tanah adat jika melanggar tanah milih warga secara hukum pertanahan/sertifikat
Pembangunan jalan desa yang melintasi tanah milik warga yang bersertifikat, untuk menuju aset desa atau tanah adat, harus mematuhi hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia. Jika pembangunan tersebut melanggar atau melewati tanah hak milik warga tanpa persetujuan, maka secara hukum tidak dibenarkan, dan bahkan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak atas tanah.
Berikut penjelasan secara hukum:
1. Status Tanah Hak Milik Menurut Hukum
Tanah yang telah bersertifikat atas nama warga merupakan hak milik, yang merupakan hak paling kuat dan penuh dalam hukum agraria di Indonesia (Pasal 20 UUPA).
“Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.”
Artinya, tidak seorang pun — termasuk pemerintah desa — bisa menggunakan atau memasuki tanah tersebut tanpa persetujuan pemiliknya, kecuali melalui mekanisme yang sah menurut hukum.
2. Mekanisme Jika Jalan Melewati Tanah Milik Warga
a. Musyawarah dan Persetujuan
Langkah pertama adalah musyawarah antara pemerintah desa dan pemilik tanah. Jika pemilik setuju, maka:
- Dapat dilakukan melalui hibah sukarela
- Harus dibuat akta pernyataan atau akta hibah disertai dokumentasi yang sah
b. Ganti Rugi atau Pembebasan Lahan
Jika pemilik tanah tidak bersedia memberikan secara sukarela, maka:
- Pemerintah desa harus mengganti rugi sesuai harga pasar atau kesepakatan
- Mekanisme pembebasan lahan harus dilakukan sesuai Perpres No. 62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Pembangunan
- Harus disertai peta lokasi, SK Kepala Desa, berita acara kesepakatan, dan bukti pembayaran ganti rugi
3. Jika Tetap Dibangun Tanpa Persetujuan
Maka pemilik tanah berhak menolak atau menuntut secara hukum melalui:
- Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau pengadilan perdata atas perbuatan melawan hukum
- Laporan ke BPN untuk penghentian kegiatan karena pelanggaran batas kepemilikan
4. Prinsip-Prinsip Hukum Pertanahan yang Harus Ditaati
- Asas Legalitas: segala bentuk penggunaan tanah harus berdasarkan hukum
- Asas Kepastian Hukum: tanah yang bersertifikat harus dihormati haknya
- Asas Musyawarah dan Keadilan Sosial: penyelesaian harus melalui dialog dan tidak merugikan pihak mana pun
Secara hukum pertanahan, tidak boleh ada pembangunan jalan desa yang melewati tanah hak milik warga tanpa persetujuan atau pembebasan lahan yang sah. Walaupun tujuan pembangunan untuk kepentingan umum (akses ke aset desa atau tanah adat), tetap harus melalui mekanisme musyawarah, persetujuan tertulis, atau ganti rugi. Apabila dilanggar, maka pembangunan tersebut dapat dibatalkan secara hukum dan dikenakan sanksi.
Apa langkah yang harus ditempuh pemilih tanah jika pemerintah desa tetap bersikukuh membangun jalan desa tersebut
Jika pemilik tanah menghadapi situasi di mana pemerintah desa tetap bersikukuh membangun jalan desa melewati tanah milik pribadi tanpa persetujuan atau ganti rugi yang sah, maka berikut langkah-langkah hukum dan administratif yang dapat ditempuh:
✅ LANGKAH-LANGKAH YANG DAPAT DITEMPUH PEMILIK TANAH:
1. Kirim Surat Keberatan Resmi ke Pemerintah Desa
- Buat surat keberatan tertulis yang ditujukan kepada Kepala Desa dengan tembusan ke:
- Camat
- Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten
- Kantor Pertanahan (BPN)
- Sertakan bukti kepemilikan tanah (sertifikat, foto lokasi, peta bidang).
2. Dokumentasikan Bukti Pelanggaran
- Ambil foto dan video pembangunan yang masuk ke tanah Anda.
- Simpan bukti komunikasi, surat-surat, dan kronologi kejadian.
3. Lapor ke Kantor Pertanahan (BPN)
- Ajukan permintaan perlindungan hak atas tanah ke Kantor Pertanahan setempat.
- Minta verifikasi batas bidang tanah Anda berdasarkan sertifikat.
4. Lapor ke Camat atau Inspektorat Daerah
- Camat berwenang melakukan klarifikasi dan pembinaan terhadap desa.
- Jika terjadi pelanggaran prosedur, Anda juga dapat lapor ke Inspektorat Kabupaten untuk audit penggunaan kewenangan desa.
5. Ajukan Somasi Hukum melalui Pengacara (Opsional)
- Jika tidak ada tanggapan, ajukan somasi atau peringatan hukum kepada pemerintah desa.
- Somasi ini menjadi bukti awal jika Anda ingin membawa perkara ke pengadilan.
6. Gugat ke Pengadilan Negeri (Perdata)
- Ajukan gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.
- Dalam gugatan, Anda bisa menuntut:
- Penghentian pembangunan
- Pemulihan hak
- Ganti rugi atas kerusakan atau pelanggaran
7. Lapor ke Ombudsman dan Komnas HAM (Jika Ada Unsur Pemaksaan atau Ketidakadilan)
- Ombudsman berwenang memeriksa dugaan maladministrasi atau penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik.
⚖️ Dasar Hukum yang Mendukung Pemilik Tanah
- Pasal 20 UUPA: Hak milik atas tanah adalah hak terkuat dan terpenuh.
- Pasal 1365 KUHPerdata: Setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain mewajibkan pelakunya mengganti kerugian.
- Pasal 2 Perpres 62/2018: Setiap pembebasan lahan untuk pembangunan harus melalui proses ganti rugi dan persetujuan pemilik tanah.
- Putusan MA banyak yang membatalkan pembangunan desa yang melanggar hak warga.
✍️ Catatan Penting:
Anda tidak perlu takut melawan secara hukum jika Anda benar-benar memiliki hak atas tanah tersebut. Pemerintah desa tidak memiliki kewenangan untuk mengambil atau menggunakan tanah hak milik warga tanpa proses hukum yang sah.
Apa kewajiban Pemerintah desa jika aset desa/tanah adat tidak mempunyai jalan menuju lokasi
Jika aset desa atau tanah adat tidak memiliki akses jalan (landlocked) menuju lokasi tersebut, maka pemerintah desa memiliki sejumlah kewajiban hukum dan administratif yang harus dipenuhi sebelum dapat membangun jalan, agar tidak melanggar hak atas tanah pihak lain dan tetap menjamin kepentingan umum.
Berikut adalah kewajiban pemerintah desa secara hukum pertanahan dan tata pemerintahan:
✅ 1. Merencanakan Pembangunan Akses Secara Legal dan Partisipatif
➤ Disusun dalam RKP Desa dan APBDes
- Pemerintah desa wajib merencanakan pembangunan jalan desa melalui:
- Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa)
- Musyawarah Desa (Musdes)
- Penganggaran melalui APBDes
Ini menunjukkan pembangunan dilakukan berdasarkan kebutuhan publik dan bukan atas keputusan sepihak.
✅ 2. Mengupayakan Akses Jalan Melalui Tanah Desa atau Tanah Negara
- Pemerintah desa harus terlebih dahulu memetakan jalur jalan yang memungkinkan tanpa melintasi tanah hak milik warga.
- Jika tidak memungkinkan, barulah dapat menempuh opsi pelepasan lahan.
✅ 3. Melakukan Musyawarah dengan Pemilik Tanah Sekitar
Jika akses hanya bisa dibuka dengan melewati tanah warga:
- Pemerintah desa wajib melakukan musyawarah dan permintaan izin secara tertulis.
- Bisa dilakukan melalui:
- Hibah sukarela
- Pembelian atau ganti rugi
- Tukar guling (tukar tanah desa dengan tanah warga)
→ Hasil musyawarah harus dituangkan dalam:
- Berita Acara Musyawarah
- Surat Pernyataan Hibah (jika hibah)
- Perjanjian Ganti Rugi (jika ada kompensasi)
✅ 4. Menghindari Perbuatan Melawan Hukum
Jika pemerintah desa memaksa membuka jalan tanpa izin:
- Itu dikategorikan perbuatan melawan hukum (PMH) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata
- Bisa dilaporkan dan digugat secara hukum
✅ 5. Koordinasi dengan Kantor Pertanahan (BPN)
- Pemerintah desa wajib memastikan bahwa jalur akses tidak melanggar batas bidang tanah milik warga, dengan memverifikasi peta bidang di BPN.
- Jika perlu, mengajukan permohonan pensertifikatan tanah desa dan aset desa sesuai Permendagri No. 1 Tahun 2016.
✅ 6. Menjamin Prinsip Keadilan dan Kepentingan Umum
- Dalam membangun akses ke tanah adat/aset desa, pemerintah desa harus mengedepankan:
- Asas keadilan dan gotong royong
- Kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi
- Transparansi dan akuntabilitas
⚠️ Jika Pemerintah Desa Mengabaikan Prosedur?
Maka dapat dilaporkan ke:
- Camat dan Bupati/Wali Kota
- Inspektorat Daerah
- Ombudsman jika terjadi maladministrasi
- Pengadilan, jika terjadi pelanggaran hukum pertanahan
Pemerintah desa tidak bisa sembarangan membuka jalan menuju tanah adat atau aset desa jika tidak ada akses, tanpa terlebih dahulu berunding dan mendapatkan izin dari pemilik tanah sekitar. Mereka memiliki kewajiban merencanakan, bernegosiasi, memberi ganti rugi, dan memastikan seluruh proses sesuai hukum.