Minuman segar yang dikenal sebagai cendol di berbagai penjuru Asia Tenggara, ternyata menyimpan sejarah panjang yang berakar dari tanah Jawa. Di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, cendol dikenal pula dengan nama dawet. Lebih dari sekadar kuliner rakyat, dawet disebut-sebut telah hadir sejak masa kerajaan kuno Jawa dan tercatat dalam karya sastra klasik, Kakawin Kresnayana, yang ditulis oleh Mpu Triguna pada abad ke-12 M di masa kejayaan Kerajaan Kadiri (Kediri).
Istilah cendol mengacu pada butiran hijau kenyal dari tepung beras atau tepung hunkwe yang dibentuk memanjang menggunakan cetakan. Sementara itu, dawet lebih merujuk pada sajian lengkap berupa cendol yang dicampur dengan santan dan gula aren cair. Di Jawa, istilah dawet lebih lazim digunakan sejak lama.
Kakawin Kresnayana adalah karya sastra berbahasa Jawa Kuno (Kawi) yang ditulis oleh Mpu Triguna pada masa pemerintahan Sri Jayawarsa, sekitar tahun 1104 M. Kakawin ini merupakan adaptasi dari cerita cinta antara Dewa Kresna dan Dewi Rukmini, penuh dengan alegori, budaya, dan kebiasaan masyarakat Kediri saat itu.
Dalam teks ini, dawet disebut sebagai bagian dari sajian atau persembahan dalam konteks sosial dan budaya. Referensi ini menjadikan Kakawin Kresnayana sebagai catatan tertulis tertua yang menyebutkan minuman manis berbahan dasar cendol.
Pakar sejarah kuliner Indonesia, seperti Fadly Rahman, menyatakan bahwa:
“Cendol atau dawet berasal dari Pulau Jawa. Kita bisa melacaknya lewat naskah Jawa kuno, yaitu Kakawin Kresnayana yang ditulis oleh Mpu Triguna di abad ke-12 dari Kerajaan Kediri.”
(Sumber: Seasia.co)
Situs blog kuliner Johor Kaki menyebutkan:
“Cendol (known as dawet in Java) is mentioned in Kakawin Kresnayana written by Mpu Triguna in the 12th century, Kediri Kingdom in East Java.”
Nama dawet muncul dalam diskusi etimologi bahasa Jawa Kuno dan sering kali dikaitkan dengan persembahan atau suguhan dalam kegiatan ritual atau sosial masyarakat istana Jawa.
Meskipun teks asli dari Kakawin Kresnayana belum dipublikasikan sepenuhnya secara daring, berbagai jurnal dan artikel sejarah menyebut bahwa istilah dawet muncul dalam konteks kuliner atau persembahan dalam kakawin tersebut. Karena naskah ini masih tersimpan dalam bentuk manuskrip lontar atau transliterasi terbatas, akses penuh hanya tersedia di lembaga seperti:
Beberapa klaim dari Malaysia, Singapura, bahkan wilayah India menyebutkan bahwa cendol berasal dari sana. Namun bukti tekstual paling awal tentang dawet/cendol sejauh ini hanya ditemukan dalam naskah Jawa Kuno abad ke-12, yang menjadikan Pulau Jawa sebagai kandidat paling kuat sebagai tempat kelahiran cendol.
Minuman cendol, yang dikenal luas di Asia Tenggara, memiliki akar budaya yang kuat dari Pulau Jawa, Indonesia. Dalam naskah kuno Kakawin Kresnayana, minuman ini tercatat dengan nama dawet pada abad ke-12 M, menjadikannya salah satu sajian tradisional tertua di Nusantara yang masih eksis hingga kini.
Kehadiran dawet dalam naskah klasik ini bukan hanya membuktikan usianya yang telah berabad-abad, tetapi juga menegaskan posisi penting kuliner sebagai bagian dari warisan budaya dan identitas bangsa.
17 Jul 2025 01:08
13 Jul 2025 07:10
09 Jul 2025 00:50
08 Jul 2025 01:16
01 Jul 2025 03:21
15 Jun 2025 01:15
13 Jun 2025 10:20